Banyak cara Allah untuk memanggil kita agar dekat denganNya. Sakit
adalah salah satu cara itu. Sakit adalah bentuk cinta Allah pada
hambaNya. Dengan sakit kita terhindar dari rasa sombong. Sakitlah yang
menyadarkan kita bahwa dalam kondisi lemah lunglai tak bedaya itu kita
dipaksa memanggil, merintih, memohon pertolongan dari Allah. Maka,
bersabarlah ketika sakit itu datang, sesunggunya kita sedang dalam
proses penghapusan dosa dan perbaikan cinta kepada Allah.
Saya termasuk orang yang sering sakit itu. Dan kali ini, sahabat saya yang sedang diberi nikmat sakit itu menceritakan betapa sakit itu banyak mengandung hikmah baginya dan tentu bagi kita semua. Inilah tutur dia:
“Pasti setiap orang memiliki harapan untuk selalu sehat. Dengan tubuh sehat, segala aktivitas duniawi bisa dilakukan dengan baik. Pekerjaan kantor bisa diselesaikan. Pekerjaan rumah bisa dituntaskan. Kesempatan untuk makan enak dan jalan jalan bisa dioptimalkan. Pengeluaran keluarga bisa dioptimalkan untuk kegiatan yang lain. Tabungan bisa disimpan untuk keperluan yang lain.
Namun ada kalanya, kita tidak selalu sehat. Pasti ada suatu waktu dalam diri kita mengalami sakit. Pasti juga yang dirasakan dan dialami adalah kondisi tidak menyenangkan. Badan menjadi tidak enak. Mood tidak baik. Pekerjaan dan rencana kegiatan lain jadi tertunda. Tabungan bisa jadi dialokasikan untuk pembiayaan. Terkadang kita pasti mengeluh mengapa kita sakit, mengapa orang lain sehat, mengapa kita diberikan keadaan tidak nyaman, khususnya pada Tuhan.
Saya baru saja mengalami sakit dan harus menjalani operasi pada awal bulan Ramadhan ini. Perasaan saya pasti sedih karena tidak biasa puasa, pekerjaan deadline menjadi tidak terpenuhi, merepotkan anggota keluarga lain khususnya suami, menelantarkan anak sementara.
Namun, masya Allah, memang bulan Ramadhan ini penuh berkah. Dalam kesendirian saya di kamar rumah sakit sesudah operasi, saya bisa memiliki kesempatan untuk melakukan instropeksi diri dan kontemplasi. Berbagai rezeki saya dapatkan dalam kondisi sakit.
Pertama, saya menjadi tersadar bahwa begitu sayangnya Allah ketika saya sehat, saya diberikan kemudahan menyelesaikan pekerjaan. Semua deadline terpenuhi. Sakit ini menyadarkan kepada saya bahwa Allah memberikan kemudahan selama ini untuk bisa membantu saya memenuhi kebutuhan hidup secara halal.
Kedua, banyak sekali perhatian dan kasih sayang dari rekan kerja, atasan apalagi keluarga. Mereka memberikan dukungan yang tulus agar saya termotivasi untuk sehat.
Ketiga, menyadarkan pada diri kita bahwa setiap manusia ada titik optimalnya. Tidak bisa berusaha maksimal untuk semua usaha. Ada titik batas kemampuan manusia yang tidak bisa dimaksimalkan. Untuk itu, perlunya berserah diri dan menyadari kelemahan. Semua sudah ada ukurannya dari Tuhan.
Keempat, perlu kiranya ada waktu untuk diri sendiri dan selalu merenungkan kebaikan Tuhan dari setiap nikmat yang diberikan olehNya bahkan dalam keadaan sakit. Ternyata, dalam sakit, Tuhan memberikan kasih sayangNya pada kita untuk membuat kita menjadi lebih sehat nantinya, lebih hati-hati dan bisa mengoptimalkan nikmatnya.
Saya termasuk orang yang sering sakit itu. Dan kali ini, sahabat saya yang sedang diberi nikmat sakit itu menceritakan betapa sakit itu banyak mengandung hikmah baginya dan tentu bagi kita semua. Inilah tutur dia:
“Pasti setiap orang memiliki harapan untuk selalu sehat. Dengan tubuh sehat, segala aktivitas duniawi bisa dilakukan dengan baik. Pekerjaan kantor bisa diselesaikan. Pekerjaan rumah bisa dituntaskan. Kesempatan untuk makan enak dan jalan jalan bisa dioptimalkan. Pengeluaran keluarga bisa dioptimalkan untuk kegiatan yang lain. Tabungan bisa disimpan untuk keperluan yang lain.
Namun ada kalanya, kita tidak selalu sehat. Pasti ada suatu waktu dalam diri kita mengalami sakit. Pasti juga yang dirasakan dan dialami adalah kondisi tidak menyenangkan. Badan menjadi tidak enak. Mood tidak baik. Pekerjaan dan rencana kegiatan lain jadi tertunda. Tabungan bisa jadi dialokasikan untuk pembiayaan. Terkadang kita pasti mengeluh mengapa kita sakit, mengapa orang lain sehat, mengapa kita diberikan keadaan tidak nyaman, khususnya pada Tuhan.
Saya baru saja mengalami sakit dan harus menjalani operasi pada awal bulan Ramadhan ini. Perasaan saya pasti sedih karena tidak biasa puasa, pekerjaan deadline menjadi tidak terpenuhi, merepotkan anggota keluarga lain khususnya suami, menelantarkan anak sementara.
Namun, masya Allah, memang bulan Ramadhan ini penuh berkah. Dalam kesendirian saya di kamar rumah sakit sesudah operasi, saya bisa memiliki kesempatan untuk melakukan instropeksi diri dan kontemplasi. Berbagai rezeki saya dapatkan dalam kondisi sakit.
Pertama, saya menjadi tersadar bahwa begitu sayangnya Allah ketika saya sehat, saya diberikan kemudahan menyelesaikan pekerjaan. Semua deadline terpenuhi. Sakit ini menyadarkan kepada saya bahwa Allah memberikan kemudahan selama ini untuk bisa membantu saya memenuhi kebutuhan hidup secara halal.
Kedua, banyak sekali perhatian dan kasih sayang dari rekan kerja, atasan apalagi keluarga. Mereka memberikan dukungan yang tulus agar saya termotivasi untuk sehat.
Ketiga, menyadarkan pada diri kita bahwa setiap manusia ada titik optimalnya. Tidak bisa berusaha maksimal untuk semua usaha. Ada titik batas kemampuan manusia yang tidak bisa dimaksimalkan. Untuk itu, perlunya berserah diri dan menyadari kelemahan. Semua sudah ada ukurannya dari Tuhan.
Keempat, perlu kiranya ada waktu untuk diri sendiri dan selalu merenungkan kebaikan Tuhan dari setiap nikmat yang diberikan olehNya bahkan dalam keadaan sakit. Ternyata, dalam sakit, Tuhan memberikan kasih sayangNya pada kita untuk membuat kita menjadi lebih sehat nantinya, lebih hati-hati dan bisa mengoptimalkan nikmatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar